Top Ad unit 728 × 90

Terbaru

recentposts

Hayati Abadi di Kapal Van Der Wijck


PROFESI-UNM.COM - Demikianlah perempuan, dia hanya ingat kekejaman orang kepada dirinya walaupun kecil, dan dia lupa kekejamannya sendiri kepada orang lain padahal begitu besar.

Film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Sutradara Sunil Soraya yang diadaptasi dari sebuah novel yang berjudul sama karya Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan nama Hamka. Karya Pria asal Ujungpandang yang diilhami sebagian dari tenggelamnya suatu kapal pada tahun 1936.

Plotnya mengisahkan pria yatim piatu asal Butta Ujung Pandang (sekarang Makassar) pada 1930 bernama Zainuddin. Tokoh utama yang diperankan Herjunot Ali ini diusir dari tanah kelahirannya dan berangkat ke Batipuh di Tanah Minang yang merupakan tanah kelahiran ayahnya, Pendekar Sutan untuk menuntut ilmu.

Belum lama di Batipuh, Zainuddin bertemu dengan gadis keturunan pemuka adat suku Minang. "Dia diberi nama Hayati, kecantikan ciptaan alam" tutur paman Zainuddin. Perasaan cinta pun terpancar dari tatapan mata dan senyum tersipu dari Zainuddin.

Zainuddin dan Hayati
Hayati pun membalas cinta Zainuddin yang menjadikan mereka sepasang kekasih. Namun, percintaan santun keduanya tak dianggap pantas oleh keluarga Hayati yang menjunjung tinggi adat istiadat suku Minang. Budaya Minang yang menganut garis keras itu membuat Zainuddin yang ibunya, Daeng Habibah berdarah Bugis tak dianggap bersuku Minang meski ayahnya merupakan seorang pendekar dari Batipuh.

Karena mendengar kabar buruk akan menimpanya, Zainuddin pun meninggalkan Batipuh dan pindah ke Padang Panjang menetap di rumah Muluk. Sebelum berpisah, Hayati bersumpah kepada Zainuddin untuk tetap setia dan tetap suci untuk kekasihnya itu.

"Engkaulah Zainuddin akan menjadi suamiku kelak, jika tidak di dunia jadilah suamiku di akhirat" kata Hayati sebelum melepas kepergian Zainuddin.

Di Padang Panjang, Hayati berniat menemui Zainuddin dan menginap di rumah sahabatnya, Khadijah. Saat itu lah Hayati bertemu dan dikenalkan dengan kakak Khadijah bernama Aziz.

Hayati dan Aziz
Namun, sekembali dari Padang Panjang, Hayati dihadapkan oleh permintaan keluarganya yang telah sepakat untuk menerima pinangan Aziz yang telah terpikat oleh kecantikan Hayati. Aziz, yang murni keturunan Minang dan berasal dari keluarga terpandang, lebih disukai keluarga Hayati daripada Zainuddin. Meskipun masih mencintai Zainuddin, Hayati akhirnya menurut dan terpaksa menerima dinikahkan dengan Aziz.

"Sayalah yang mengambil keputusan untuk bersuami Uda Aziz. Lawan saya adalah hati saya sendiri, sehingga saya mengambil keputusan menerima lamaran Uda Aziz. Kita akan sama-sama menangis buat sementara waktu. Tapi kelak kamu akan sadar, bahwa hidup seperti ini telah digariskan Allah buat kebahagiaan kita. Uda pilih sajalah gadis yang lebih cantik dan lebih kaya dari saya. Uda tahu kalau saya seorang gadis yang miskin, dan Uda hidup dalam lara pula. Tak cukup untuk mengadakan rumah tangga. Apa lebih baik kita pikirkan perasaan kita dan berpisah" tulis Hayati dalam salah satu suratnya untuk Zainuddin.

Mengetahui keputusan Hayati yang menerima pinangan Aziz, Zainuddin pun patah hati. Hanya mengurung diri di kamar dan tidak mau makan. Resah melihat kondisi sahabatnya, Muluk datang untuk berbicara dengan Zainuddin.

Cinta bukan mengajarkan kita untuk menjadi lemah, tapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan melemahkan semangat, tapi membangkitkan semangat. Tunjukkan pada perempuan itu, kau tidak akan mati lantaran dibunuhnya.  

Muluk dan Zainuddin di Batavia
Kisah Zainuddin terus bergulir, Ia pun mengajak Muluk pindah ke Batavia. Di sana, Zainuddin berhasil menerbitkan buku karangannya berjudul Teroesir yang sebelumnya terbit berkala di sebuah koran Batavia. Buku Zainuddin laris terjual, Ia pun ditawari menjadi pemimpin redaksi sebuah media cetak di Surabaya. Hidup Zainuddin pun sukses bergelimang harta, mobil dan rumah mewah di sana berkat usahanya.

Pada saat yang sama, Aziz juga pindah ke Surabaya bersama Hayati karena alasan pekerjaan, tetapi rumah tangga mereka akhirnya menjadi berantakan. Setelah Aziz dipecat, mereka menumpang ke rumah Zainuddin, tetapi Aziz lalu bunuh diri dan dalam sepucuk surat ia berpesan agar Zainuddin menjaga Hayati. Namun, Zainuddin tidak memaafkan kesalahan Hayati.

Hayati akhirnya disuruh pulang ke Batipuh dengan menaiki kapal Van der Wijck. Di tengah-tengah perjalanan, kapal yang dinaiki Hayati tenggelam, dan setelah Zainuddin mendengar berita itu ia langsung menuju sebuah rumah sakit di Tuban. Sebelum kapal tenggelam, Muluk yang menyesali sikap Zainuddin memberi tahu Zainuddin bahwa Hayati sebetulnya masih mencintainya. Namun tak lama setelah Zainuddin datang, Hayati meninggal.

Kapal Van der Wijck tenggelam
Di akhir kisah, Zainuddin membuka Panti Asuhan Hayati dirumahnya sendiri dan berhasil membuat buku barunya berjudul "Tenggelamnya Kapal Van der Wijck". Saat itu, Zainuddin berkata Hayati masih hidup, Hayati hidup abadi di dalam buku ciptaannya itu.

Pentingnya asal suku dan garis keturunan dipotret dengan baik di sini. Di sisi lain, berpegang pada adat dan tradisi pun membentur tantangan di tengah arus perubahan zaman oleh gelombang budaya kolonial Belanda.

Film ini menyuguhkan sejumlah sudut pengambilan gambar memikat. Sayangnya, bagian ketika kapal Van der Wijck tenggelam seperti memaksa penonton teringat film Titanic (1997) dan tak mendapat impresi kuat di sini.

Meskipun begitu, menonton film ini tetaplah pesiar ke negeri indah Nusantara pada suatu masa yang jauh dari bayangan hari ini. (Muhammad Yasir)

Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Sutradara & Produser: Sunil Soraya
Skenario adaptasi: Imam Tantowi, Donny Dhirgantoro, Riheam Juniantiu
Pemeran: Herjunot Ali, Pevita Pearce, Reza Rahadian
Produksi: Soraya Intercine Films.
Hayati Abadi di Kapal Van Der Wijck Reviewed by Thinkpedia Indonesia on 11.07 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.