Top Ad unit 728 × 90

Terbaru

recentposts

Berkeliling Dunia Demi Menggapai Makna Hidup

(int)
Judul Buku Titik Nol, Makna Sebuah Perjalanan
Penulis : Agustinus Wibowo
Penerbit         : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2013
Tebal buku : 556 halaman

“Orang bilang, kenikmatan perjalanan berbanding terbalik dengan kecepatan berjalan. Pemandangan terindah justru terlihat ketika melambatkan langkah, berhenti sejenak.”

Agustinus Wibowo menuangkan kisah perjalanannya melintas benua dan samudera dalam bukunya, Titik Nol. Perjalanan tentang pencarian makna hidup, sekaligus “pelarian” dari rumahnya demi mengejar impiannya.

Dalam bukunya, ia membuka kisahnya dengan kepulangannya ke sisi ibunya yang sedang terbaring lemah karena penyakit kanker. Kepulangannya itu menjadi kesempatan pula baginya untuk lebih dekat dengan sosok ibunya. Sembari menantikan kesembuhan ibunya di ranjang rumah sakit, ia membacakan kisah perjalanannya melintas banyak negara, menemukan arti hidup yang sesungguhnya.

Dengan bergaya flashback atau alur mundur, Agustinus yang baru pulang dari perjalanannya menemani ibunya yang sakit dengan cerita-cerita petualangannya. Dimulai dari perjalanannya bersesak-sesakan di dalam kereta yang akan membawanya menuju Tibet, Negeri Atap Dunia. Disana, ia akan bertemu pula dengan Sang Himalaya.

Perjalanannya sebagai seorang backpacker tidak hanya sebatas melintas Tibet. Ia juga banyak menyelami kehidupan di Tibet. Berlanjut ke India dan Pakistan. Sebagai seorang asing di negeri lain, Agustinus harus menyesuaikan diri. Sudah tak terhitung lagi dirinya menjadi korban pencurian, perampokan, pencopetan, todongan, hingga pelecehan. Hal itulah yang kemudian membawanya untuk menetap di kota perang Afganistan lantaran tak punya lagi uang untuk meneruskan perjalanan.

Keberuntungan berpihak padanya. Berbekal kamera yang dimiliki dan hobinya terhadap fotografi, ia menjadi seorang jurnalis di kantor berita Afganistan. Ia harus bertugas mewartakan kejadian-kejadian yang bergumul di ekstremnya medan Afganistan, sembari mengumpulkan uang yang cukup untuk melanjutkan perjalanan kembali.

Akan tetapi, Tuhan berkata lain. Setelah berbulan-bulan ia hanya berbagi kabar dengan ibunya lewat email ataupun telepon - berkali-kali ia disuruh pulang namun tetap ngotot melanjutkan perjalanannya hingga ibunya menyerah dan hanya bisa menasehati untuk jaga diri -, kabar buruk datang dari Indonesia. Ibunya mengidap penyakit kanker, dan segala yang telah dialaminya dalam mencari makna perjalanan hidup mengajaknya untuk pulang.

Selang-seling, Agustinus Wibowo bercerita tentang kisah perjalanannya mengelilingi banyak tempat, dilanjutkan dengan pergulatan batinnya yang menunggui ibunya yang sekarat. Setiap tempat yang diceritakannya, dengan lihainya, ia menghubungkan dengan alur “masa kini” yang sedang dilakoninya. Dengan demikian, ada pelajaran-pelajaran berharga yang bisa didapatkan pembaca lewat kisah perjalanannya itu.

Perjalanannya yang panjang sebagai seorang backpacker, traveler, trekker, turis, hingga fotografer jurnalistik tidak semata-mata untuk mengecap nikmatnya mengunjungi banyak tempat. Ia menjadikan setiap tempat sebagai bahan renungan untuk kehidupannya. Setiap tempat, selalu menerbitkan rasa belajarnya. Setiap tempat selalu punya cerita untuk dimaknainya.

Pembaca buku ini tidak akan menemukan kisah-kisah melankolis layaknya di novel-novel pada umumnya. Meskipun penulis menuturkan isi buku dengan gaya bercerita, namun hampir semua isinya lebih menekankan pada aspek kenyataan. Latar belakang Agustinus Wibowo sebagai seorang jurnalis kemungkinan mempengaruhi cara berceritanya yang lugas, tegas, tanpa banyak dibumbui hal-hal yang tidak penting. Meskipun begitu, ia tetap mampu menunjukkan sentimentil tulisannya yang dalam.

Wajar ketika Qaris Tajuddin, editor Tempo, dalam endorsement di buku, menilai gaya penulisan Agustinus adalah udara baru bagi tulisan ber-genre travel witing. Kalau sebagian besar penulis perjalanan (travel writer) menulis how-to atau cara-cara berkeliling dunia, dengan aspek-aspek yang akan dihadapi sekaligus cara mengatasinya, Agustinus justru membuatnya sebagai kisah hidup sarat makna, segenggam buku perjalanan kehidupan miliknya sendiri, yang disebut pula Safarnama.

“Tak masalah seberapa lambat kau berjalan, yang penting jangan sampai kau berhenti. Cita-cita yang tak tergapai memang akan membawa penyesalan, tapi penyesalan itu justru lebih menyiksa kalau kau sudah menyerah sebelum kalah.”

“Perjalanan adalah belajar melihat dunia luar, juga belajar untuk melihat ke dalam diri. Pulang memang adalah jalan yang harus dijalani semua pejalan. Dari Titik Nol kita berangkat, kepada Titik Nol kita kembali. Tiada kisah cinta yang tak berbubuh noktah, tiada pesta yang tanpa bubar, tiada pertemuan yang tanpa perpisahan, tiada perjalanan yang tanpa pulang.” (*)


*Imam Rahmanto
Berkeliling Dunia Demi Menggapai Makna Hidup Reviewed by Thinkpedia Indonesia on 00.25 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.