Sarjana, Welcome to The Jungle!
ekonomi.kompasiana.com |
Pembicaraan dalam tulisan ini akan menyerempet ke hari wisuda sarjana di UNM. Tepat 12 Desember 2012, wisuda sarjana dilangsungkan di Audotorium Amanagappa. Ribuan sarjana kembali diproduksi oleh salah satu kampus pencetak guru ini. Adalah sebuah ekspektasi seseorang jika menyandang gelar sarjana. Bangga, puas, dan tentunya gembira setelah melalui pertarungan keilmuan ketika masih kuliah dulu. Iya, prosesi wisuda memang megah dan dibuat supaya megah. Hotel berbintang serta perjamuan bak raja sudah menanti para wisudawan dan wisudawati. Tak tanggung-tanggung hotel berbintang menjadi tujuan. Bersenang-senang sambil saling memeluk adalah potret ramah tamah.
Namun pertarungan sebenarnya baru di mulai ketika seseorang terjun di masyarakat. Seorang sarjana idealnya tak mau membuat malu dengan bekerja, berguna untuk masyarakat, dan tak meminta uang lagi pada orang tuanya alias mandiri. Namun situasi ini sulit untuk digapai. Mengingat hingga tahun depan tak ada penerimaan PNS untuk kuota guru. SM3T baru ada lagi tahun depan. Lanjut S2 hanya untuk orang berduit dan ber-IPK tinggi plus punya jaringan, baik dosen maupun pejabat. Menurut saya jalan satu-satunya adalah mengandalkan soft skill. Kemampuan yang satu ini hanya didapat ketika seseorang masih kuliah. Apapun keterampilan itu yang penting dapat memberi makan tubuh. Jika seseorang ketika masih kuliah dulu hanya kuliah saja maka soft skill akan sulit untuk digapai. Yakin dan percaya sangat sulit untuk bersaing dengan para pencari kerja di luar sana. Mereka mungkin mempunyai kemampuan yang tak sarjana lulusan UNM miliki.
Dunia setelah lulus saya anggap sebagai hutan belantara. Cara untuk bertahan Anda mesti cari tahu sendiri, kepekaan Anda bertahan hidup akan selalu dibutuhkan. Kelengahan sedikit berakibat fatal.
Mungkin banyak yang menggugat, kenapa orang yang belum sarjana berani berkomentar layaknya seorang sarjana. Maka saya akan menjawab ini semua adalah hasil diskusi dengan orang-orang yang kalah dan menang dalam survive setelah memasuki hutan belantara dunia kerja. Dalam diskusi saya dengan orang-orang yang saya anggap kalah karena menghasilkan materi yang serba tak berkecukupan menurut dia. Gaji hanya cukup untuk makan perbulan, tak cukup untuk menabung membeli tempat tinggal yang layak, masih mengontrak, tak dapat membalas jasa keluarganya. Masih menggantung kepada orang tuanya. Diskusi dengan orang-orang berhasil Anda dapat mendalami tulisan ini.
Berat memang menjadi sarjana karena keberhasilan biasanya diukur dengan seberapa besar gaji atau penghasilan Anda perbulan. Jika itu gaji itu tak mampu mencukupi kebutuhan seseorang yang sudah berkeluarga. Maka belum dapat dianggap berhasil. Jika belum mempunyai rumah pribadi maka dianggap belum memenuhi standar orang berhasil. Jika masih meminta uang bulanan atau jajan kepada orang tua maka akan diragukan ke-sarjana-annya.
Hingga sekarang pengangguran kaum intelek memang semakin meningkat mengingat lapangan kerja dan kompetisi yang ketak antar sarjana. Kenyataan ini mesti segera diantisipasi oleh calon sarjana. Sebelum para calon sarjana semakin memperpanjang daftar orang tak bekerja di Indonesia khususnya di Makassar. (*)
*Muh. Hasim Arfah,
Penulis adalah layouter di Harian Cakrawala
Sarjana, Welcome to The Jungle!
Reviewed by Thinkpedia Indonesia
on
00.04
Rating:
Tidak ada komentar: